April 23, 2008

The White House




Suatu petang, setelah Brutus menjemput saya di Globe Cafe, kami harus mencari tempat yang lapang untuk memutar mobil. Jalan Kerobokan memang nggak terlalu lapang. Akhirnya Brutus memutuskan untuk belok kiri, masuk ke Jalan Dukuh Indah, bermaksud mencari putaran di sana. Setelah memutar mobil dan mengarah kembali ke Jalan Kerobokan... Zzzzt! Bayangan sebuah mobil kuno terlihat di sebuah garasi yang hanya ditutupi kerai bambu. Brutus langsung memarkirkan mobil dan mampir ke situ.

Mercury tua. '41 Ford Mercury, original right hand drive, cabriolet!!! "Yang punya namanya Mister Kevin. Orang Inggris! Tapi sibuk banget Pak orangnya," begitu ujar seorang wanita berusia sekitar 35 tahun (hah! sok tau!) ketika ditanyai tentang mobil ini. Ia tampak menaruh curiga pada kami berdua. Lantas seorang pria paruh baya menemani kami melihat mobil itu. Ia menyalakan lampu agar kami dapat melihat dengan lebih jelas. Setelah sekitar 10 menit, terdengar suara anjing menggonggong. "Itu Mister Kevin pulang," ujar si pria. Kami melongokkan kepala ke luar, tapi bayangan si "Mister Kevin" terlihat hanya melambaikan tangan pada kami. Ia lantas masuk ke dalam rumah. Saya dan Brutus sempat menyangka bahwa ia akan masuk ke dalam lantas membukakan pintu ke garasi tempat kami menunggunya. 1 menit... 5 menit... Wah, kayaknya sih nggak deh. GR!

Brutus dengan hebatnya asik mau nunggu. Padahal saya sebenernya udah bosen, banget. As usual, nggak betah berlama-lama di suatu tempat. Dan dari arah garasi, kami lantas melihat bayangan "Mister Kevin" beranjak keluar rumah. Sepertinya ia mau pergi. Kami lantas mendatangi pagar rumahnya. Si pria paruh baya tadi menegurnya, memberitahu bahwa ada saya dan Brutus yang ingin bertemu. Kevin hanya menyalami Brutus, lantas masuk ke dalam mobil Valiant Barracuda-nya. Mulai menyalakan mesin. Istrinya, yang belakangan saya tahu setelah berkenalan bernama Hilary, masih berada di ambang pagar. Brutus menghampirinya dan menunjukkan foto Truckenstein dari layar handphone-nya. Hilary lantas berteriak, "Hey, Kev. I think you gotta see this!"

Perkenalan kami dimulai dari situ. Tapi karena saat itu mereka hendak pergi, Kevin pun mengundang kami untuk datang kembali dua hari setelahnya. Maka kami pun datang, kali ini bersama Deckster. Biarpun pada malam sebelumnya saya sudah cukup terkagum-kagum melihat 3 mobil milik Kevin ('64 Valiant Barracuda, '51 Ford Mercury dan '41 Ford Mercury), toh siang ini saya masih harus kembali berdecak kagum. Kevin bukan hanya mengkoleksi mobil. Tapi juga sign boards, the vintage ones! Beberapa mobil kaleng (gilaaa, old skool banget!!!) dengan model yang keren banget juga terlihat di sana. Kampret. Brengsek. Keterlaluan. Ini sih bikin ngiri. Mampussss, gue siriiiik! Sebal, sebal, sebal.

Setelah cukup lama ngobrol, Kevin mengajak kami ke kantornya. Ternyata hanya perlu menyeberang rumah, lantas jalan ke dalam gang sejauh kurang lebih 15 meter. Dekat banget. Masuk ke ruangan kerja Kevin, dan... Dang!!! Ya amplop! Kurang apa lagi sih? Belum cukup bikin sirik selama tadi di rumahnya, saya dipaksa untuk mengakui betapa kerennya mesin pinball vintage miliknya. Juga perlengkapan dokter gigi, yang juga kuno. Lantas saya menganga melihat botol Brylcreem dan Vaseline edisi puluhan tahun silam itu. Hadoooohhhh... *sigh* Kursi yang biasa ada di barbershop? Juga ada. Pokoknya, judulnya: memusingkan. I really get dizzy at that time. Too much excitement, I guess. Sebelum kami meninggalkan kantornya, Kevin memberikan selembar kertas. Undangan farewell party di rumahnya. Kevin dan Hilary akan pindah ke Singapore.

Jum'at (11/04) pukul 19.15 WITA, kami - saya, Brutus & Deckster - tiba di The White House. Hehehe... Iya, namanya Kevin White. Hilary White. So, it automatically becomes The White House, right? Acaranya rame. Dan ternyata dalam rumahnya menyenangkan sekali. Luas, bagus, dan homey banget. Ada swimming pool, dan juga ramps. Wow. Sebuah bath tub - also, the old skool one - diletakkan di tengah taman dengan isi bongkahan es batu dan berbagai minuman kaleng. Termasuk bir. Sementara minuman yang lebih serius tersedia di bar. Kevin & Hilary were a very great host. Mereka memperkenalkan kami kepada teman-temannya. Membukakan percakapan antar kami. Jadi kami nggak harus jadi pengamat acara gitu. Hehehe...

Yang paling menarik dari acara ini mungkin makanannya. Di undangan tertulis "Kevin and Hilary's now famous Louisiana Prawn Boil". Udang rebus! Cuma udang rebus, memang. Tapi selain size udangnya yang besar-besar, yang paling menarik adalah penyajiannya. Setelah udang-udang tersebut direbus bersamaan dengan kentang kecil (saya sih menyebutnya kentang rendang), shallot dan cabai merah besar utuh, Kevin akan meniriskan dan menuangkannya di atas sebuah meja besar yang sudah dialasi daun pisang. Para tamu kemudian mengelilingi meja, mengupas udang yang masih panas dengan tangan kosong, lantas menyantapnya. Tidak ada condiment yang disiapkan selain chili sauce. Setumpuk baguette dan corn cob disediakan juga sebagai side dish. Rasa udangnya memang enak, walaupun nggak bisa disebut istimewa. But it was a very great experience. We also met lotsa good people there.

Well, that's it. Enjoy the pics!


PS: We finally found out that Kevin's an Australian and Hilary's American. Bule bukan berarti Mister. Dan Mister bukan berarti dari Inggris, y'know!

March 1, 2008

Pepper Lunch


Rating:★★★
Category:Restaurants
Cuisine: Asian
Location:Plaza Senayan, Lt. 3 Unit 318 C, Jl. Asia Afrika, Jakarta Pusat. Phone: (021) 5725550

Merasa terundang masuk setelah beberapa kali melewati pintu masuknya dan menghirup aroma gurih yang memikat, saya memutuskan untuk bersantap malam di Pepper Lunch. Ini adalah kunjungan perdana. Sebelumnya, saya hanya pernah membaca sebuah review tentang Pepper Lunch. Konon, makanan di sini lumayan juga taste-nya. Saya memesan Chicken Pepper Rice (32K). Sementara Brutus memesan Combo Cut Steak & Chicken (65K) plus nasi putih (lupa berapa harganya), ditambah telur (3K).

Pesanan saya datang lebih awal. Hot plate bulat berisi tumpukan pepper rice, pipilan jagung manis dan irisan ayam bagian paha, dengan dikelilingi kertas setinggi kira-kira 6 cm. Nampaknya kertas ini diletakkan di situ agar tangan kita tidak terkena pinggiran hot plate-nya, selain juga untuk membaca instruksi bagaimana cara menikmati sajian Pepper Lunch. Sesuai instruksi tersebut, saya mulai mengaduk pepper rice. Dan, benar saja, saya menemukan special butter yang tersembunyi di antara gundukan pepper rice. Aroma gurih menggoda pun langsung menyeruak. Saya segera menambahkan irisan daun bawang, yang sebelumnya sengaja saya pesan terpisah.

Saya mencicipi sesendok pepper rice ini, dan ternyata rasanya enak. Paduan aroma black pepper dengan garlic yang khas, memang selalu menggoda. Saya lantas mencoba memercikkan lagi garlic soy sauce yang memang disediakan di meja sebagai condiment (selain ada juga sebotol honey brown sauce, black pepper dan garam). Yummm… Ternyata tambah enakkk! Irisan ayamnya sendiri, sebelumnya tasteless. Setelah saya bubuhi sedikit black pepper, honey brown sauce dan garlic soy sauce, hmmm… Tentu saja jadi jauh lebih enak! Mematangkan pesanan di atas hot plate, selalu menjadi sensasi tersendiri. Rasanya seperti waktu kecil dulu, waktu diajak orangtua makan di Hanamasa atau Paregu. Rasanya dulu bangga banget saat bisa memakan sesuatu yang matang hasil adukan sendiri. Hehehe… Kali ini, sensasi tersebut (yang jelas sudah berkurang karena saya kan udah gedeee, emang udah bisa masak sendiri juga gitu lho…) ditambah dengan pengetahuan takaran kematangan. Nggak ada lagi yang over-cooked.

Setelah nyaris habis, saya pun sadar bahwa baru kali ini saya makan sesuatu yang nggak pedas. Itu pun karena Brutus menanyakan ke saya. Hehehe… Rupanya, karena sudah terlalu enak, saya nggak perlu lagi menanyakan, meminta, apalagi menambahkan paprika powder ke makanan saya :)

Saya hanya mencicipi seiris daging dari menu yang dipesan Brutus. Empuk, juicy, dan enak. Sayang, saya nggak bisa bercerita banyak tentang menu yang satu itu, karena saya terlalu sibuk dengan apa yang saya makan. Yaaay!

Next time, pada kunjungan berikutnya, saya akan memesan pepper rice lagi. Dengan apa pun lauknya; chicken, salmon, atau beef. Karena mungkin pepper rice-nya lah yang merupakan salah satu kekuatan terbesar mereka untuk bisa mengundang saya kembali. Oya, Curry Chicken Pepper Rice-nya mungkin yaaa? Tempting juga…



ADE-licious-o-meter:
Taste: 8 of 10 (Ini jelas variatif, tergantung gimana kita menakar condiment-nya kan? Yang jelas, pepper rice-nya enak!)
Food Presentation: 7 of 10
Service: 8 of 10
Ambience: 7 of 10


Foto diambil dari http://www.pepperlunch.com.sg